Setelah kita mempelajari dan memahami tafsir atau kandungan ayat-ayat sebelumnya dari surat ini , Sekarang saatnya kita mempelajari kandungan atau tafsir dari ayat-ayat berikut ini
Ayat 155-156: Permohonan maaf Nabi Musa ‘alaihis
salam kepada Tuhannya terhadap tindakan kaumnya dan penjelasan luasnya
rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya
وَاخْتَارَ
مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ
الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ
وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلا
فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ
وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ
(١٥٥)وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ (١٥٦
Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 155-156
155.[1]
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat
kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa
gempa bumi[2],
Musa berkata, "Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau
binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami
karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami?[3]
Itu hanyalah cobaan dari-Mu, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa
yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki[4]. Engkaulah pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah pemberi ampun yang terbaik.”
156. Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini[5] dan di akhirat[6]. Sungguh, kami kembali (bertobat) kepada Engkau[7]. (Allah) berfirman, "Siksa-Ku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki[8] dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu[9]. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku[10] bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami[11].”
Ayat
157-159: Wajibnya mengikuti Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
dan penjelasan meratanya risalah Beliau kepada semua manusia, bahkan
jin pun diperintah pula mengikuti Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ
مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ
الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ
إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا
بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ
مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٥٧) قُلْ يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٥٨) وَمِنْ قَوْمِ
مُوسَى أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ (١٥٩
Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 157-159
157. (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul (Muhammad)[12],
Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (nama dan sifatnya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang
menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf[13] dan mencegah dari yang mungkar[14], dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka[15] dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka[16], dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[17]. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang (Al Quran)[18] yang diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung[19].
158.[20]
Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan
Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi[21],
tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan
dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu)
Nabi yang ummi[22] yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk[23].”
159. Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat[24] yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan (dasar) kebenaran dan dengan itu (pula) mereka menjalankan keadilan[25].
Ayat
160-162: Di antara nikmat Allah kepada Bani Israil, dan bagaimana
mereka merobah perintah-perintah Allah Subhaanahu wa Ta'aala
وَقَطَّعْنَاهُمُ
اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى إِذِ
اسْتَسْقَاهُ قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْبَجَسَتْ
مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ
وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ
وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا
وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (١٦٠) وَإِذْ قِيلَ لَهُمُ
اسْكُنُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ وَقُولُوا
حِطَّةٌ وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا نَغْفِرْ لَكُمْ خَطِيئَاتِكُمْ
سَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ (١٦١) فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ
قَوْلا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا مِنَ
السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ (١٦٢)
Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 160-162
160.
Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masing
berjumlah besar, dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta
air kepadanya[26],
"Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka memancarlah dari (batu) itu
dua belas mata air. Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya
masing-masing. Dan Kami naungi mereka dengan awan[27] dan Kami turunkan kepada mereka mann dan salwa[28]. (Kami berfirman), "Makanlah yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” Mereka tidak menzalimi Kami[29], tetapi merekalah yang selalu menzalimi dirinya sendiri.
161.
Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil), "Diamlah
di negeri ini (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana
saja kamu kehendaki.” Dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami,
dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni
kesalahan-kesalahanmu.” Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada
orang-orang yang berbuat baik.
162. Maka orang-orang yang zalim di antara mereka mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka[30], maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit[31] disebabkan kezaliman mereka.
Ayat 163-166: Kisah As-habus Sabt dan hukuman bagi mereka, dan pentingnya menegakan amr ma’ruf-nahi munkar
وَاسْأَلْهُمْ
عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي
السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا
وَيَوْمَ لا يَسْبِتُونَ لا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا
كَانُوا يَفْسُقُونَ (١٦٣) وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ
قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا
قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٦٤)
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ
السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا
يَفْسُقُونَ (١٦٥) فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا
لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (١٦٦
Terjemah Surat Al A’raaf Ayat 163-166
163. Dan tanyakanlah kepada Bani Israil[32] tentang negeri[33] yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabat[34],
(yaitu) ketika datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar)
mereka terapung-apung di permukaan air, padahal pada hari-hari yang
bukan Sabat ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami
menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik[35].
164. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka[36] berkata[37],
"Mengapa kamu menasehati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah
dengan azab yang sangat keras?" Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai
alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu[38], dan agar mereka bertakwa[39].”
165.
Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka,
Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat[40] dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
166. Maka setelah mereka bersikap sombong[41] terhadap segala apa yang dilarang. Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina[42].”
[1]
Saat Bani Israil telah bertobat dan kembali kepada petunjuk, maka Musa
memilih 70 orang dari kaumnya yang tidak menyembah patung anak sapi.
[2]
Ada yang berpendapat, bahwa mereka ditimpa gempa karena tidak menjauhi
kaumnya ketika menyembah patung anak sapi. 70 orang ini bukanlah mereka
yang meminta diperlihatkan Allah secara nyata yang kemudian disambar
halilintar.
[3]
Kata-kata ini menunjukkan bahwa orang yang berani kurang sopan kepada
Allah adalah mereka yang kurang akal, dan kurang akal inilah yang
menyebabkan manusia salah bertindak.
[4]
Perbuatan mereka membuat patung anak sapi dan menyembahnya itu adalah
suatu cobaan Allah untuk menguji mereka; siapa yang sebenarnya kuat
imannya dan siapa yang masih ragu-ragu. Orang-orang yang lemah imannya
itulah yang mengikuti Samiri dan menyembah patung anak sapi itu. Akan
tetapi orang-orang yang kuat imannya, tetap dalam keimanannya.
[5] Seperti ilmu yang bermanfaat, amal yang saleh dan rezeki yang banyak.
[6] Yaitu apa yang Allah sediakan untuk wali-wali-Nya yang saleh, berupa pahala.
[7] Dengan mengakui kekurangan kami.
[8] Yakni kepada mereka yang termasuk orang celaka, di mana mereka mengerjakan sebab-sebabnya.
[9]
Di dunia, baik kepada orang mukmin maupun orang kafir, orang baik
maupun orang jahat. Oleh karenanya, tidak ada satu pun makhluk kecuali
rahmat Allah mengena kepadanya. Akan tetapi rahmat yang khusus yang
menghendaki untuk bahagia di dunia dan di akhirat tidaklah diberikan
kepada semua orang, bahkan untuk mereka yang bertakwa sebagaimana pada
lanjutan ayat tersebut.
[10] Di akhirat.
[11]
Termasuk sempurnanya beriman kepada ayat-ayat Allah adalah mengetahui
kandungannya dan mengamalkannya. Demikian juga mengikuti Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam lahir maupun batin, dalam masalah pokok
maupun cabang.
[12]
Siyaq (susunan) ayat ini membicarakan hal ihwal Bani Israil, namun
disebutkan di sana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, karena
beriman kepada Beliau merupakan syarat masuknya mereka ke dalam golongan
orang-orang yang beriman, dan bahwa orang-orang yang beriman kepada
Beliau lagi mengikutinya adalah orang-orang yang akan memperoleh rahmat
yang mutlak (di dunia dan akhirat).
[13]
Ma’ruf adalah perbuatan baik, atau perkara yang dikenal baik, cocok dan
bermanfaat. Contohnya tauhid, shalat, zakat, puasa, haji, silaturrahim,
berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada terangga dan budak
yang dimiliki, memberi manfaat kepada semua orang, berkata jujur,
menjaga diri (iffah), memberi nasehat, dsb.
[14]
Munkar adalah perbuatan buruk, atau perkara yang dikenal buruknya
menurut akal dan fitrah. Contohnya syirk, membunuh jiwa tanpa alasan
yang benar, berzina, meminum yang memabukkan, berbuat zalim kepada yang
lain, dusta, berbuat jahat, dsb.
[15]
Seperti makanan, minuman dan menikah, atau menghalalkan yang sebelumnya
diharamkan dalam syari’at mereka. Dalil/bukti besar yang menunjukkan
bahwa Beliau adalah utusan Allah adalah dengan melihat apa yang Beliau
serukan dan perintahkan, dan apa yang Beliau larang, serta apa yang
Beliau halalkan dan apa yang Beliau haramkan.
[16] Seperti bangkai dsb.
[17]
Maksudnya dalam syari'at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat seperti yang
dipikulkan kepada Bani Israil. Misalnya syari'at membunuh diri dalam
bertobat, mewajibkan qisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau
tidak tanpa membolehkan membayar diat, membuang atau menggunting kain
yang terkena najis dsb. Ayat ini menunjukkan bahwa syari’at yang dibawa
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah syari’at yang mudah
dan ringan.
[18] Al Qur’an merupakan cahaya yang digunakan untuk menyinari kegelapan keraguan dan kebodohan.
[19]
Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Nabi yang ummi tersebut
(Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), tidak memuliakannya,
tidak menolongnya dan tidak mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya
(Al Qur’an), maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
[20]
Karena ayat sebelumnya lebih mengarah seruannya kepada Ahli Kitab dari
kalangan Yahudi, maka agar tidak terkesan bahwa seruan Islam terbatas
untuk mereka, dalam ayat ini disebutkan, bahwa seruan Islam ditujukan
kepada semua manusia.
[21]
Di mana Dia mengatur alam semesta dengan hukum-hukum Kauni-Nya (taqdir)
dan hukum-hukum syar’i-Nya (syari’at). Termasuk di antaranya adalah
dengan mengutus seorang rasul yang mengajak kepada Allah dan kepada
surga-Nya, serta memperingatkan segala yang menjauhkan diri dari Allah
dan dari surga-Nya.
[22] Yang lurus aqidah (keyakinan) dan amalnya.
[23] Dalam meniti hidup di dunia.
[24] Yakni segolongan orang.
[25]
Maksudnya mereka menuntun manusia dengan berpedoman kepada petunjuk dan
tuntunan yang datang dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Demikian juga
dalam mengadili perkara-perkara, mereka selalu mencari keadilan dengan
berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan Allah. Dalam ayat ini terdapat
keutamaan segolongan orang dari kaum Musa yang mengajarkan petunjuk
kepada manusia dan berfatwa untuk mereka dengan ilmu itu, dan bahwa
Allah Ta’ala menjadikan di antara mereka para imam yang mengajak kepada
petunjuk. Disebutkannya ayat ini adalah untuk mengecualikan dari
golongan sebelumnya yang penuh dengan aib, jauh dari kesempurnaan dan
berlawanan dengan hidayah agar tidak ada kesan bahwa semua Bani Israil
seperti itu.
[26]
Saat mereka di tengah padang Tiih (padang atau lapangan luas yang tidak
ada tanda yang menunjukkan jalan), lihat pula Surah Al Maa’idah: 26.
[27] Ketika mereka berada di padang Tiih, yang melindungi mereka dari panas terik matahari.
[28] Manna adalah makanan manis seperti madu, sedangkan Salwa adalah burung sebangsa puyuh.
[29] Ketika mereka tidak bersyukur kepada Allah dan tidak mengerjakan kewajiban yang Allah bebankan.
[30]
Mereka diperintah untuk mengucapkan hiththatun (artinya, “Bebaskanlah
kami dari dosa”), namun mereka merubahnya sambil mencemooh dan
mengucapkan hinthatun (artinya: gandum) sebagai gantinya, atau
mengucapkan “hitthatun” namun dengan menambah “Habbah fii sya’iirah”
(artinya: biji dalam sebuah gandum), dan lagi mereka masuk ke pintu
gerbangnya sambil membelakangi (merangkak dengan mengedepankan bokong
mereka). Jika mereka sudah berani merubah ucapan yang diperintahkan
kepada mereka padahal ringan melakukannya, maka merubah sikap lebih
berani lagi. Oleh karenanya, mereka masuk ke negeri itu dalam keadaan
membelakangi (tidak sambil membungkuk).
[31] Bisa berupa tha’un atau hukuman dari langit lainnya.
[32] Sebagai celaan untuk mereka.
[33] Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai laut merah antara kota Madyan dan bukit Thur.
[34]
Menurut aturan itu, mereka tidak boleh bekerja pada hari Sabtu, karena
hari Sabtu dikhususkan untuk beribadah, namun mereka malah menjaring
ikan pada hari itu dengan meletakkan jaringnya di sana.
[35]
Sikap mereka yang selalu berbuat fasik itulah yang menyebabkan mereka
mendapatkan ujian tersebut. Ikan-ikan datang kepada mereka pada hari
Sabtu, sedangkan pada hari-hari yang lain tidak datang, maka mereka
mensiasatinya dengan membuat galian, lalu meletakkan jaring padanya.
Ketika tiba hari Sabtu dan ikan-ikan terjaring ke dalamnya, mereka tidak
mengambilnya pada hari itu, pada hari Ahadlah mereka mengambilnya
sebagai helat mereka (sikap cari celah dan kesempatan). Kemudian
perbuatan itu banyak dilakukan pula oleh yang lain sehingga keadaan
mereka terbagi menjadi tiga golongan; (1) golongan yang ikut membuat
galian dan meletakkan jaring, (2) golongan yang melarang, dan (3)
golongan yang tidak menjaring dan tidak melarang (atau merasa cukup
dengan nahi mungkar oleh selain mereka). Golongan yang ketiga inilah
yang berkata kepada golongan kedua yang melakukan nahi mungkar (lihat
ayat selanjutnya).
[36] Yakni yang tidak melakukan penjaringan ikan dan tidak melarang.
[37] Kepada mereka yang melarang.
[38]
Alasan mereka adalah bahwa mereka telah melaksanakan perintah Allah
untuk memberi peringatan dan agar mereka tidak digolongkan sebagai orang
yang membiarkan kemungkaran.
[39]
Inilah tujuan utama melakukan nahi mungkar, sebagai alasan kepada
Allah, menegakan hujjah, dan boleh jadi Allah memberinya petunjuk.
[40]
Inilah Sunatullah, yakni bahwa hukuman ketika turun, yang selamat
biasanya orang-orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Namun
apakah golongan yang tidak melakukan penjaringan ikan tetapi tidak
mengingkari ikut selamat? Para mufassir berbeda pendapat, zhahirnya
bahwa mereka ikut selamat, karena Allah mengkhususkan hukuman itu kepada
orang-orang yang zalim, sedangkan Allah tidak menyebut golongan yang
ketiga sebagai zalim, oleh karenanya hukuman itu khusus menimpa
orang-orang yang melanggar aturan pada hari Sabat, di samping itu amar
ma’ruf dan nahi mungkar hukumnya fardhu kifayah, jika suda ada yang
melakukannya maka bagi yang lain menjadi gugur, oleh karenanya mereka
mencukupkan diri dengan pengingkaran oleh yang lain. Demikian juga
mereka mengingkari dengan hatinya berdasarkan kata-kata, "Mengapa kamu menasehati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?" di mana mereka juga membenci perbuatan itu dan menampakkan marahnya dengan kata-kata itu
[41] Hati mereka menjadi keras.
[42]
Jumhur (mayoritas) mufassir menerangkan bahwa mereka benar-benar
berubah menjadi kera, hanyasaja mereka tidak beranak, tidak makan dan
minum, dan tidak hidup lebih dari tiga hari.
Sumber dan referensi :
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon