Sekarang waktunya kita untuk mempelajari surah baru lagi setelah kita mempelajari dan memahami Surah An-Nisa sebanyak 176 ayat . Surah selanjutnya yang akan kita pelajari adalah Surah Al-Maidah yang termasuk surah ke 5 yang berjumlah 120 ayat . Surah ini dimulai di Juz 6 dan arti dari Al-Maidah adalah Hidangan . Al-Maidah adalah salah satu surah yang diturunkan di Madinah (Madaniyyah). Yuk langsung saja kita mulai dengan ayat pertama sampai kelima :D .
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat
1-2: Keharusan memenui janji atau ‘akad baik antara seseorang dengan
Allah Subhaanahu wa Ta'aala, atau antara seseorang dengan hamba-hamba
Allah. Demikian pula keharusan saling tolong-menolong di atas kebaikan
dan takwa
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ
بَهِيمَةُ الأنْعَامِ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي
الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ (١) يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلا الشَّهْرَ
الْحَرَامَ وَلا الْهَدْيَ وَلا الْقَلائِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ
الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا
حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ
صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 1-2
1. Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji[1]. Hewan ternak[2] dihalalkan bagimu[3], kecuali yang akan disebutkan kepadamu[4], dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum[5] sesuai yang Dia kehendaki[6].
2. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah[7], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[8], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-yu[9], dan binatang-binatang qalaa-id[10], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia[11] dan keridhaan Tuhannya[12].
Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu
berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui
batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat berat
siksa-Nya[13].
Ayat
3-4: Menerangkan hukum-hukum yang terkait dengan binatang buruan,
sembelihan dan makanan, demikian pula menerangkan tentang nikmat Allah
Subhaanahu wa Ta'aala dalam menyempurnakan agama serta menyempurnakan
karunia-Nya kepada kaum mukmin
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا
ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا
بِالأزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ
دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣) يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ
مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا
مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (٤
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 3-4
3.[14] Diharamkan bagimu (memakan) bangkai[15], darah[16], daging babi[17],
dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh (dari tempat tinggi), yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih[18]. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah)[19], (karena) itu suatu perbuatan fasik[20]. Pada hari ini[21] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu[22], sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu[23], dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku[24] bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa[25] karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa[26], maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
4.
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad), "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?" Katakanlah, "Yang dihalalkan bagimu adalah (makanan) yang
baik-baik[27] dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu[28], yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu[29]. Maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu[30], dan sebutlah nama Allah waktu melepaskannya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.
Ayat
5: Menerangkan tentang hukum makanan dan sembelihan Ahli Kitab, menikah
dengan mereka, demikian pula menerangkan kelapangan Islam dalam
bermu’amalah dengan Ahli Kitab
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ
فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٥
Terjemah Surat Al Maidah Ayat 5
5.[31] Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab[32] itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan[33]
di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu[34], apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya[35], tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan[36].
Barang siapa yang kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amalan
mereka dan di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang rugi[37].
[1]
Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan
perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. Syaikh As
Sa'diy berkata, "Ini merupakan merupakan perintah Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk mengerjakan konsekwensi daripada iman,
yaitu memenuhi janji, yakni menyempurnakannya, melengkapinya, tidak
membatalkan dan tidak mengurangi. Hal ini mencakup akad (perjanjian)
yang dilakukan antara seorang hamba dengan Tuhannya berupa mengerjakan
ibadah kepada-Nya, mengerjakannya secara sempurna, tidak mengurangi di
antara hak-hak itu. Demikian juga mencakup antara seseorang dengan
rasul-Nya, yaitu dengan menaatinya dan mengikutinya, mencakup pula
antara seseorang dengan kedua orang tuanya dan kerabatnya, yakni dengan
berbakti kepada mereka dan menyambung tali silaturrahim dengan mereka
dan tidak memutuskannya. Demikian pula akad antara seseorang dengan
kawan-kawannya berupa mengerjakan hak-hak persahabatan di saat kaya dan
miskin, lapang dan sempit. Termasuk pula akad antara seseorang dengan
yang lain dalam akad mu'amalah, seperti jual beli, menyewa, dsb.
Termasuk pula akad tabarru'at (kerelaan), seperti hibah dsb. bahkan
termasuk pula memenuhi hak kaum muslimin yang telah Allah akadkan hak
itu di antara mereka dalam firman-Nya, "Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara."
(Terj. Al Hujurat: 10) dengan cara saling tolong-menolong di atas
kebenaran, membantunya, saling bersikap lembut dan tidak memutuskan
hubungan."
Berdasarkan ayat ini pula bahwa hukum
asal dalam akad dan syarat adalah mubah, dan bahwa hal itu dipandang sah
dengan perkataan atau perbuatan yang menunjukkan demikian karena
kemutlakannya.
[2]
Seperti unta, sapi dan kambing. Bahkan bisa masuk juga ke dalamnya
hewan liar dari binatang-binatang tersebut, kijang, keledai liar (bukan
keledai negeri) dan binatang-binatang buruan. Sebagian sahabat Nabi
radhiyallahu 'anhum ada yang berdalil dengan ayat ini untuk membolehkan
janin yang mati dalam perut induknya, setelah induknya disembelih.
[3] Yakni karena kamu, sebagai rahmat dari-Nya.
[4] Seperti yang akan disebutkan dalam ayat 3 surat Al Maa'idah.
[5] Seperti halal dan haram.
[6] Tanpa ada yang menentangnya.
[7]
Syi'ar Allah adalah segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadah
haji dan tempat-tempat mengerjakannya. Syi'ar bisa juga diartikan
rambu-rambu agamanya. Ada pula yang mengartikan syi'ar-syi'ar di sini
dengan "larangan-larangan-Nya", yakni jangan dilanggar. Melanggar
syi'ar-syi'ar kesucian Allah misalnya mengerjakan larangan ihram,
seperti berburu sewaktu ihram, demikian juga mengerjakan
larangan-larangan di tanah haram.
[8]
Maksudnya antara lain bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram
dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram, yakni dilarang melakukan
peperangan di bulan-bulan itu. Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan
berperang di bulan haram sudah mansukh (dihapus) berdasarkan ayat 5
surat At Taubah, demikian juga berdasarkan ayat-ayat yang umum yang
memerintahkan memerangi orang-orang kafir secara mutlak, di samping itu,
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri memerangi penduduk
Tha'if di bulan Dzulqa'dah; salah satu bulan haram. Sedangkan ulama yang
lain berpendapat, bahwa larangan berperang di bulan-bulan haram
tidaklah mansukh berdasarkan ayat ini dan ayat yang lain, mereka
mena'wil yang mutlaknya kepada yang muqayyad. Mereka juga merincikan,
"Tidak boleh memulai peperangan di bulan haram, adapun melanjutkan dan
menyelesaikannya jika mulainya terjadi di bulan lain, maka boleh",
mereka juga mena'wil peperangan yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam terhadap penduduk Tha'if, bahwa peperangan tersebut di Hunain
mulainya pada bulan Syawwal. Ini semua jika bukan peperangan daf'
(pembelaan diri), namun jika peperangan daf', yakni orang-orang kafir
yang memulainya, maka dibolehkan bagi kaum muslimin membalasnya, baik di
bulan haram maupun lainnya berdasarkan ijma' para ulama.
[9]
Yaitu binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah
untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan
dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadah haji. Kita
tidak boleh mengganggunya, termasuk pula menghalangi dari sampai ke
tempatnya, mencurinya dsb.
[10] Yaitu binatang had-yu yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu untuk dibawa ke Ka'bah.
[11] Yang dimaksud dengan karunia adalah keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan.
[12]
Dengan haji, umrah, thawaf, shalat dan ibadah lainnya. Yakni jangan
menyakitinya, menghinanya, bahkan muliakanlah dan hormatilah orang-orang
yang berkunjung ke rumah-Nya. Termasuk ke dalam hal ini adalah
mengamankan jalan menuju Baitullah, membuat tenang orang-orang yang
pergi berkunjung ke Baitullah dan membuat mereka bisa beristirahat,
tanpa ada rasa takut dibunuh, dijambret hartanya dan dibajak. Namun
demikian, ayat ini ditakhshis dengan firman Allah Ta'ala di surat At
Taubah ayat 28, yang di sana disebutkan bahwa orang-orang musyrik tidak
boleh masuk ke tanah haram. Larangan mengganggu ini jika ia menuju
baitullah dengan maksud mencari karunia (rezeki) Allah dan
keridhaan-Nya, namun jika maksudnya melakukan kejahatan, maka termasuk
menghormati tanah haram adalah menghalanginya dari melakukan kejahatan.
[13]
Bagi orang yang bermaksiat kepada-Nya dan berani mengerjakan yang
diharamkan-Nya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap yang
diharamkan agar kamu tidak mendapatkan siksaan-Nya cepat atau lambat.
[14]
Perlu diketahui, bahwa Allah tidaklah mengharamkan sesuatu kecuali
untuk menjaga dan memelihara hamba-hamba-Nya dari bahaya yang ada dalam
sesuatu yang haram itu, terkadang Allah menerangkan bahayanya dan
terkadang tidak.
[15]
Bangkai adalah binatang yang mati tanpa melalui penyembelihan secara
syar'i. Hal ini diharamkan karena bahaya yang ada di dalamnya, yaitu
ketika darah tertahan dalam tubuhnya yang menyebabkan kuman-kuman hidup
subur di sana dan karena pada umumnya matinya binatang tersebut
diakibatkan oleh penyakit, yang jika dikonsumsi dapat membahayakan
kesehatan. Namun dikecualikan daripadanya adalah bangkai ikan dan
belalang, maka hukumnya halal.
[16] Yakni darah yang mengalir, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An'aam ayat 145.
[17]
Hal ini mencakup semua anggota badannya. Disebutkan "daging babi"
padahal ada binatang kotor lainnya yang terdiri dari binatang buas
bertaring, karena Ahli Kitab menyangka bahwa daging babi dihalalkan bagi
mereka, maka Allah membantahnya, dan bahwa daging babi termasuk
binatang kotor.
[18]
Maksudnya adalah binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal jika sempat
disembelih sebelum mati. Jika tidak sempat disembelih, maka tergolong
bangkai.
[19]
Al Azlaam artinya anak panah yang belum memakai bulu. orang Arab
Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum memakai bulu untuk
menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak.
Caranya adalah mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu,
dan ditulis masing-masingnya dengan, "Lakukanlah", "Jangan lakukan",
sedangkan yang ketiga tidak ditulis apa-apa, kemudian diletakkan dalam
sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Apabila mereka hendak melakukan
sesuatu, maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah
anak panah itu. Terserah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak,
sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil
anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.
Dalam ayat ini Allah mengharamkan perbuatan itu dan perbuatan yang
semisal dengannya, serta menggantinya dengan syari'at shalat istikharah
(meminta pilihan kepada Allah) dalam semua urusan mereka.
[20] Fasik artinya keluar dari ketaatan kepada Allah beralih kepada ketaatan kepada setan.
[21]
Yang dimaksud dengan hari ini adalah hari 'Arafah pada saat haji wada'
(tahun ke-10 H), haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu orang musyrik tidak melakukan
haji dan tidak berthawaf di Baitullah dengan telanjang.
[22] Atau membuat kamu murtad.
[23]
Yakni dengan menyempurnakan syari'at, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, baik terkait dengan masalah ushul (dasar-dasar agama)
maupun masalah furu' (cabang). Oleh karena itu, Al Qur'an dan As Sunnah
memberikan kecukupan kepada kita dalam semua hukum-hukum agama, baik
ushul maupun furu', karenanya barang siapa yang menyangka bahwa untuk
mengetahui akidah dan hukum butuh mempelajari ilmu kalam, maka dia jahil
dan dakwaannya batil.
[24] Baik dengan disempurnakan agama maupun dengan masuk ke Mekah dalam keadaan aman.
[25] Yani terpaksa memakan makanan yang diharamkan.
[26]
Ada yang mengartikan "bukan karena ingin berbuat dosa" di sini dengan
bukan orang yang cenderung berbuat dosa, seperti qaathi'uth thariq
(pembajak) dan pemberontak, oleh karenanya mereka ini meskipun darurat
tetap tidak halal memakan yang haram, ada pula yang mengartikan "bukan
karena ingin berbuat dosa" dengan tidak memakan yang haram kecuali dalam
kondisi darurat dan tidak memakannya melebihi kecukupan saat dalam
kondisi darurat.
[27]
Yakni makanan yang di dalamnya mengandung manfaat dan lezat, tanpa ada
bahaya bagi badan maupun akal. Mafhum ayat ini menunjukkan haramnya
makanan kotor menjijikan sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain (lih. Al
A'raaf: 157).
[28] Ayat ini menunjukkan beberapa hal, di antaranya:
-
Kelembutan Allah dan rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, Dia membuka
lebar kepada mereka jalur-jalur yang halal. Dia menghalalkan kepada
mereka makanan yang tidak mereka sembelih, yang diburu oleh
binatang-binatang pemburu, seperti anjing, binatang buas atau burung
yang buas.
- Disyaratkan binatang pemburu
tersebut harus terlatih yang menurut 'uruf (adat kebiasaan) sudah
terlatih. Tanda sudah terlatih adalah disuruh mengejar buruan, ia mau
mengejar, disuruh berhenti, ia menahan diri dan jika disuruh menahan
buruan tidak memakannya, binatang buruan itu mau dan tidak memakannya.
Jika binatang itu memakannya, maka tidak halal dimakan.
-
Demikian pula disyaratkan, bahwa binatang yang diburu dilukai oleh
binatang buruannya berdasarkan kata-kata "jawaarih" (artinya yang
melukai). Oleh karena itu, jika binatang buruannya mencekiknya atau
membunuhnya dengan membebaninya, lalu buruannya mati, maka buruan itu
haram dimakan. Hanyasaja yang masyhur arti jawarih adalah kawaasib,
yakni binatang yang dapat menghasilkan buruan, sehingga syarat ini tidak
tepat.
- Disyaratkan menyebut nama Allah ketika
melepas binatang buruan (lihat lanjutan ayatnya), dan bahwa jika
pemiliknya tidak menyebut nama Allah dengan sengaja, maka haramlah
binatang hasil buruan yang dimatikan oleh binatang buruannya.
- Bolehnya memiliki anjing buruan, namun jika tidak untuk ini maka haram.
- Sucinya bagian binatang yang diburu, yang disentuh oleh mulut anjing buruan, karena Allah tidak menyuruh untuk mencucinya.
-
Keutamaan ilmu, karena binatang yang sudah dilatih (memiliki ilmu)
buruan yang dilakukannya menjadi halal, berbeda jika binatang itu tidak
terlatih (tidak memiliki ilmu), di mana hasil buruannya haram.
-
Menyibukkan diri dengan melatih anjing atau binatang buas lainnya untuk
berburu bukanlah perkara tercela, karena ada maksud dan tujuannya,
yaitu agar binatang hasil buruannya halal dan dapat dimanfaatkan.
-
Di dalam ayat ini terdapat hujjah bagi orang yang berpendapat bolehnya
menjual anjing buruan, karena biasanya untuk memilikinya hanya dengan
cara seperti itu.
- Boleh memakan hasil buruannya, hidup atau mati, hanya saja jika masih hidup, maka belum halal kecuali dengan menyembelihnya.
[29]
Maksudnya binatang buas itu dilatih menurut kepandaian yang
diperolehnya dari pengalaman; pikiran manusia dan ilham dari Allah
tentang melatih binatang buas dan cara berburu.
[30]
Yaitu buruan yang ditangkap binatang buas terlatih yang semata-mata
untukmu dan tidak dimakan sedikitpun olehnya. Adapun jika dimakan, maka
hal itu menunjukkan tidak diketahui apakah binatang itu diterkamnya
untuk pemiliknya atau untuk dirinya. Hal ini termasuk syarat bolehnya
memakan binatang buruannya.
[31]
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa kali tentang halalnya
yang baik-baik untuk menerangkan nikmat-Nya, mengajak hamba
mensyukurinya dan banyak menyebut nama-Nya, karena Dia telah
menghalalkan kepada mereka semua yang dibutuhkan dan mereka dapat
memanfaatkannya.
[32]
Yakni Yahudi dan Nasrani, tidak orang-orang kafir yang lain. Hal itu
karena Ahli Kitab masih menyandarkan diri kepada nabi dan kitab. Para
rasul semuanya sepakat haramnya menyembelih untuk selain Allah, karena
yang demikian adalah syirk, dan orang-orang Yahudi serta Nasrani
beragama dengan meyakini haramnya menyembelih kepada selain Allah.
Faedah:
Syaikh
M. bin Shalih Al ‘Utsaimin pernah ditanya tentang hukum daging ayam
impor, ia menjawab, "Ayam impor dari negara asing, yakni non Islam, jika
yang menyembelihnya adalah Ahli Kitab, yaitu Yahudi atau Nasrani maka
boleh dimakan dan tidak sepantasnya dipertanyakan bagaimana cara
penyembelihannya atau apakah disembelih atas nama Allah atau tidak? Yang
demikian itu karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakan
daging domba yang dihadiahkan oleh seorang perempuan yahudi kepadanya di
Khaibar, dan beliau juga memakan makanan ketika beliau diundang oleh
seorang yahudi, yang di dalam makan itu ada sepotong gajih dan beliau
tidak menanyakan bagaimana mereka menyembelihnya atau apakah disembelih
dengan menyebut nama Allah atau tidak? ……….”
Ia
juga mengatakan, “Adapun kalau hewan potong itu datang dari negara asing
dan orang yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal
sembelihannya, seperti orang-orang majusi dan penyembah berhala serta
orang-orang yang tidak menganut ajaran agama (atheis), maka ia tidak
boleh dimakan, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membolehkan
sembelihan selain kaum muslimin, kecuali orang-orang Ahli Kitab; yaitu
Yahudi dan Nasrani. Apabila kita meragukan orang yang menyembelihnya,
apakah berasal dari orang yang halal sembelihannya ataukah tidak, maka
yang demikian itu tidak apa-apa."
Para fuqaha
(ahli fiqih) berkata, “Apabila anda menemukan sesembelihan dibuang di
suatu tempat yang sembelihan mayoritas penduduknya halal, maka
sembelihan itu halal.”
[33]
Ada juga yang mengartikan wanita-wanita yang merdeka. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa wanita-wanita pezina yang tidak menjaga diri dari
zina, maka tidak boleh menikahinya -baik mereka mereka muslimah atau Ahli Kitab- sampai jelas keadaannya (sudah bertobat atau belum), berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik." (Terj. An Nuur: 3).
[34] Namun tidak termasuk wanita musyrik.
[35]
Jika wanita itu tidak cerdas, maka suami menyerahkan mahar kepada
walinya. Disandarkannya mahar kepada wanita itu terdapat dalil bahwa
wanita yang memiliki semua maharnya, dan tidak ada hak bagi seorang pun
terhadapnya, kecuali jika si wanita memberikan dengan kerelaan kepada
suaminya, walinya atau lainnya.
[36] Di mana ia melakukan zina bersamanya secara bersembunyi.
[37] Jika dia meninggal di atas kekafiran sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 217.
Sumber dan referensi :
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon