Setelah kita mempelajari dan memahami tafsir atau kandungan ayat-ayat sebelumnya dari surat ini , Sekarang saatnya kita mempelajari kandungan atau tafsir dari ayat-ayat berikut ini
Ayat 7-10: Menerangkan pokok-pokok pembagian warisan laki-laki dan perempuan, dan ancaman memakan harta anak yatim
لِلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ
نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ
أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (٧) وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا
لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا (٨) وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٩) إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ
الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا
وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (١٠)
Terjemah Surat An Nisa Ayat 7-10
7.[1] Bagi laki-laki[2]
ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya
(yang meninggal), dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut[3] bagian yang telah ditetapkan.
8.[4] Dan apabila sewaktu pembagian (warisan) itu hadir beberapa kerabat[5], anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu[6] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik[7].
9.[8]
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah[9], dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim[10], sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)[11].
[1] Ayat ini turun untuk menolak kebiasaan Jahiliyyah yang tidak memberikan warisan kepada kaum wanita dan anak-anak.
[2] Anak-anak maupun kerabat.
[3]
Nampaknya ada masalah yang mengganjal di hati, apakah bagiannya menurut
adat yang berlaku atau kesepakatan atau ada ketentuannya, maka
disebutkan bahwa bagian tersebut ada ketentuannya dari Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.
[4]
Ayat ini merupakan salah satu di antara sekian hukum yang bijaksana dan
menenangkan hati. Dari ayat ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa
siapa saja yang dalam hatinya menginginkan sesuatu yang ada di tangan
kita hendaknya kita memberikan sesuatu daripadanya sekedarnya,
sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا
أَتَى أَحَدَكُمْ خَادِمُهُ بِطَعَامِهِ قَدْ كَفَاهُ عِلَاجُهُ وَ
دُخَانُهُ فَلْيُجْلِسْهُ مَعَهُ فَإِنْ لَمْ يُجْلِسْهُ مَعَهُ
فَلْيُنَاوِلْهُ أُكْلَةً أَوْ أُكْلَتَيْنِ
"Apabila
salah seorang di antara kamu didatangi pelayannya dengan membawa
makanan, sedangkan pelayannya sudah menyelesaikan tugasnya di dapur,
maka ikutkanlah dia duduk bersamanya. Jika tidak diikutkan bersamanya,
maka berikanlah sesuap atau dua suap makanan." (HR. Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Shahihul Jami' no. 264).
[5] Kerabat di sini maksudnya kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta peninggalan.
[6]
Pemberian sekedarnya itu tidak boleh melebihi sepertiga harta warisan,
dan pemberian ini dilakukan sebelum dibagikan. Pemberian ini hukumnya
sunat, sedangkan menurut Ibnu Abbas pemberian ini hukumnya wajib.
[7] Yakni jika ternyata tidak mungkin karena hal-hal tertentu, maka berbicaralah dengan mereka dengan kata-kata yang lembut.
[8]
Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini ditujukan kepada mereka yang
menghadiri seorang yang akan meninggal, namun ia (yang akan meninggal)
menetapkan wasiat yang zalim, agar mengingatkannya; menyuruh berlaku
adil dalam berwasiat, menyuruhnya jika hendak bersedekah agar di bawah
sepertiga harta, menyisakan untuk ahli waris dan tidak meninggalkan ahli
waris dalam keadaan miskin. Inilah maksud mengatakan perkataan yang
benar (lihat akhir ayat tersebut). Ada pula yang mengatakan, bahwa ayat
ini ditujukan kepada para wali terhadap orang-orang yang kurang akalnya
baik orang gila, anak-anak maupun orang-orang yang lemah agar mereka
menyikapi orang-orang yang lemah itu seperti sikap mereka terhadap
anak-anak mereka sendiri.
Menurut Ibnu Abbas,
bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang yang akan meninggal, lalu orang
yang hadir mendengar orang yang akan meninggal itu berwasiat yang isinya
memadharatkan ahli waris, maka Allah Ta'ala memerintahkan orang yang
mendengarnya itu menyuruhnya bertakwa kepada Allah, mengarahkan dan
meluruskannya kepada yang benar. Ia pun hendaknya memperhatikan ahli
warisnya sebagaimana dirinya senang menyikapi ahli warisnya dengan sikap
yang menunjukkan kekhawatiran akan terbengkalainya mereka (ahli waris).
[9]
Yakni dalam mengurus orang lain, dengan cara mengurusnya sejalan dengan
ketakwaan kepada Allah, tidak merendahkan mereka, tidak membiarkan
mereka dan menyuruh mereka bertakwa.
[10]
Maksudnya tanpa hak. Namun tidak termasuk di dalamnya jika pengurusnya
fakir, lalu ia memakan harta itu secara ma'ruf, misalnya sesuai ukuran
kepengurusannya terhadapnya. Demikian juga tidak termasuk ke dalamnya
mencampur makanan anak yatim dengan makanan mereka.
[11]
Ayat ini menunjukkan besarnya dosa memakan harta anak yatim secara
zalim, dan bahwa hal itu termasuk sebab yang menjadikan seseorang masuk
ke dalam neraka. Nas'alulllahas salaamah wal 'aafiyah.
Sumber dan referensi :
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon