Kekhusyukan saat mengerjakan sholat, adalah dambaan setiap
insan mukmin. Kyusu’ dalam sholat, memancarkan kedamaian jiwa dan
ketenangan hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جعلت قُرَّة عَيْني فِي الصَّلَاة
“Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada saat mengerjakan shalat” (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya. Hadits shahih).
Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menyebutkan khusyuk adalah tanda orang-orang beriman, calon penghuni surga Firdaus.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون.. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُون
“َSesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya” (QS. Al Mukminun : 1-2)
Lalu Allah berfirman,
أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ.. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya” (QS. Al Mukminun : 11-12)
Khusyuk menurut para ulama adalah ketenangan hati dan jiwa
saat melakukan sholat. Artinya, hatinya tenang tanpa memikirkan sesuatu
yang diluar daripada sholat. Lalu ketenangan hati tersebut, terpancar
pada anggota badan, sehingga melahirkan sikap yang tenang pula.
Untuk membuatmu merasakan nikmat agung ini, pertama adalah
berdoalah memohon kepada Allah taufik, agar Allah mengaruniakan kepada
kita, kekhusyukan shalat.
Kemudian hadirkan perasaan dalam hati, bahwa saat anda mengerjakan sholat, anda sedang berdiri di hadapan Allah ‘azza wa jalla. Tuhan seluruh alam. Yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang nampak. Mengetahui bisikan-bisikan dalam jiwamu.
Saat anda berdiri sholat, yakinilah bahwa saat itu anda sedang bermunajat kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي
صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ
وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila berdiri
dalam shalatnya, maka ia sedang bermunajat dengan Rabbnya – atau Rabbnya
berada antara dia dan kiblat – . Maka, janganlah salah seorang di
antara kalian meludah ke arah kiblat. Akan tetapi hendaklah ia meludah
ke sebelah kirinya atau di bawah kakinya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian saat anda membaca surat Al Fatihah, yakinilah
bahwa saat itu anda sedang berdialog dengan tuhan anda. Sebagaimana
diterangkan dalam hadis Qudsi,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, & hambaku mendapatkan sesuatu yang dia pinta“.
Yang dimaksud “sholat” pada hadis ini adalah bacaan surat
Al Fatihah. Disebut sholat karena membaca surat Al Fatihah adalah rukun
sholat. Tidak sah sholat seseorang tanpa membacanya (Shifatus Sholah, Syaikh Ibnu ‘ Ustaimin, hal. 176).
Allah melanjutkan firmanNya,
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ: حَمِدَنِي عَبْدِي
“Bila hambaKu membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin”
(Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), Allah menjawab, “HambaKu
memujiKu”“.
Bayangkan, saat anda membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” Tuhanmu dari atas langit ke tujuh menjawab, “HambaKu memujiKu“
وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا
قَالَ: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ
مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Jika hamba tersebut mengucapkan, “Arrahmaanirrahiim.” (Yang Maha
pengasih lagi Maha Penyayang) Ku-jawab, “HambaKu memujiKu lagi”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Maaliki yaumiddiin ” (Penguasa di hari pembalasan), Ku-jawab, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”
Dia juga berfirman, “HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Iyyaka na’budu wa iyyaaka
nasta’iin” (hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami
meminta tolong). Ku-jawab,” Inilah batas antara Aku dan hamba-Ku, dan
baginya apa yang dia minta…”
Jika hamba-Ku mengatakan: “Indinas Shiraatal mustaqiim.
Shiraatal ladziina an-‘amta ‘alaihim ghairil mafhdhuubi ‘alaihim waladh
dhzaalliiin..” (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang
Kau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat), Ku-jawab, “Inilah
bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 598).
Maka sholat adalah saat-saat dimana seorang hamba
berinteraksi dengan Rabbnya. Dan tidak didapati keutamaan semacam ini
dalam ibadah-ibadah lain kecuali dalam sholat. Yaitu keadaan di mana
Tuhanmu menjawab setiap bacaan Alfatihah mu: Hamba-Ku memuji-Ku… HambaKu
menyanjung-Ku.
Pesan semacam ini bila kita hadirkan dalam hati kita ketika
sholat, sungguh akan sangat membantu untuk khusyu. Akantetapi kita
sering lalai -semoga Allah mengampuni kita-. Sehingga bacaan Al Fatihah,
seperti lalu begitu saja. Tidak ada perasaan bahwa saat itu Robb
semesta alam sedang menjawab setiap bacaannya.
Para salafussholih dahulu, merasa bahwa sholat begitu agung di mata mereka. Karena saat sholat lah, Allah ‘azza wa jalla berinteraksi dengan hambaNya. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi rahimahullah, bahwa Ali bin Husen rahimahullah,
bila wajah beliau berubah menjadi pucat. Kerabatnya lantas menanyakan
hal ini kepadanya, “Apa yang membuat wajahmu berubah seperti ini ketika
berwudhu?” Beliau menjawab,”
أتدرون بين يدي من أقوام؟
“Tahukah kamu! Di hadapan siapa saya akan berdiri..?!”
Kemudian ketika sujud, adalah saat-saat dimana seorang hamba begitu dekat dengan Tuhannya. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabbnya adalah ketika dia sujud. Maka perbanyaklah doa (saat sujud)” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa saat sholat adalah keadaan yang
begitu dekat antara hamba dengan tuhannya. Saat berdiri, adalah keadaan
dia bermunajat dengan tuhannya. Kemudian saat sujud adalah keadaan
terdekat antara dia dengan penciptanya. Maka cukuplah ini sebagai alasan
untuk menghadirkan rasa khusyuk anda, saat sholat.
***
Suruh, Salatiga, 30 Rabiul Awwal 1437 H
Info dari : Ahmad Anshori
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon