Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang silih berganti ,sebagai pelajaran (‘ibrah) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
Dan Dia (pula) yang
menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS. Al-Furqaan: 62).
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada suri teladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur dan utusan-Nya yang mengajarkan kepada umatnya bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya, amma ba’du,
Di dalam berjalannya
waktu,silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat
pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak ada satu tahunpun
berlalu dan tidak pula satu bulanpun menyingkir, melainkan dia menutup
lembaran-lembaran peristiwanya saat itu, pergi dan tidak kembali. Jika
baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya. Namun
jika buruk, penyesalanlah yang mengikutinya!
Bukanlah
inti masalah ada pada : “kapan sebuah bulan telah usai dan kapan ia
mulai menjelang”,akan tetapi yang menjadi inti masalah adalah “dengan apa kita dahulu mengisi bulan-bulan yang telah berlalu itu” dan “bagaimana kita akan hiasi bulan-bulan yang akan datang”
Sehingga ia senantiasa berada dalam dua bentuk tafakkur : tafakkur hisab dan tafakkur isti’daad!
Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi). Dia
memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah
silam,lalu dia teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya,hingga hatinya
menyesal,lisannyapun beristighfar,memohon ampun kepada Rabbnya.
Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan). Dia
mempersiapkan keta’atan pada hari-harinya yang menjelang,sembari
memohon pertolongan kepada Tuhannya,agar bisa mempersembahkan ibadah
yang terindah kepada Sang Penciptanya,terdorong mengamalkan prinsip
hidupnya yang terdapat dalam Ayat :
{إياك نعبد وإياك نستعين }
“Hanya kepada-Mu lah, kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah kami menyembah”.
Mengenal Bulan Haram
Tugas kita sebagai hamba Allah Ta’ala adalah menghamba, menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya saja serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah Ta’ala menyebutkan tugas kita ini dalam sebuah firman-Nya,
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku saja”. (QS. Adz-Dzaariyaat:56).
Simaklah perintah Allah berikut ini,
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”.(QS. Al-Hijr: 99).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bulan-bulan Haram ini dalam firman-Nya :
{إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat
bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian
menganiaya diri kalian di dalamnya.” (QS. At Taubah: 36).
Di dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala telah menjelaskan pada kita bahwasanya jumlah bulan dalam setahun berjumlah dua belas bulan. Dan diantara dua belas bulan tersebut ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala sebagai bulan-bulan haram.
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas,
“Allah Ta’ala berfirman :
{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ}
“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah”, maksudnya: di dalam ketetapan dan taqdir-Nya,
{اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا}
“ialah dua belas bulan”, yaitu bulan-bulan yang sudah dikenal tersebut,
{فِي كِتَابِ اللَّهِ}
“dalam ketetapan Allah ”, maksudnya adalah di dalam hukum- kauni-Nya (taqdir)
{يَوْمَ خَلَقَ السموات وَالْأَرْضَ}
“di waktu Dia menciptakan langit dan bumi” dan memperjalankan malam serta siangnya, menetapkan waktu-waktunya, lalu membagi-baginya dalam dua belas bulan ini
{مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
“diantaranya ada empat bulan haram” yaitu
: Rajab fard, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Al-Muharram. (Empat bulan ini)
dinamakan “bulan Haram” karena kemuliaannya yang lebih dan dilarangnya
melakukan perang di dalamnya.
{فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ}
“maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya”
Kemungkinan
(pertama): Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada dua
belas bulan dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa Dia menjadikan dua
belas bulan tersebut sebagai sesuatu yang bernilai bagi hamba-hamba-Nya,
( mereka tertuntut) untuk memakmurkannya dengan ketaatan, bersyukur
kepada Allah Ta’ala atas anugerah-Nya tersebut dan atas kemanfa’atannya
untuk kemaslahatan hamba. Maka jagalah diri kalian dari menganiaya diri
kalian di dua belas bulan-bulan tersebut!
Kemungkinan (kedua)
: Maknanya adalah kata ganti “nya” (disini) kembali kepada empat bulan
Haram, dan ini berarti larangan bagi mereka untuk berbuat aniaya
(zhalim) di dalam empat bulan Haram tersebut secara khusus, karena
kemuliaan empat bulan tersebut lebih tinggi dan karena kezhaliman yang
dilakukan di dalam empat bulan tersebut lebih berat (pelanggarannya)
dibandingkan dengan (jika kezhaliman tersebut) dilakukan pada
bulan-bulan selainnya. Diiringi dengan larangan berbuat aniaya (zhalim)
di setiap waktu.
Dan termasuk kedalam
larangan berbuat aniaya (zhalim) itu adalah larangan berperang di empat
bulan Haram tersebut, (ini) menurut pendapat orang yang mengatakan bahwa
perang di bulan-bulan Haram itu tidaklah dihapus pengharamannya, karena
mengamalkan dalil-dalil umum yang menunjukkan pengharaman perang di
dalam bulan-bulan Haram tersebut.” (Taisiril Karimir Rahman, hal. 372-373).
Nama-nama Bulan Haram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits menyebutkan nama-nama bulan haram yang dimaksudkan dalam firman Allah Ta’ala pada ayat yang telah berlalu.
Imam Al-Bukhari (3197) dan Imam Muslim (1679), dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa beliau sedang berkhutbah di hadapan manusia, pada hari raya Idul
Adha, saat haji Wada’. Diantara yang beliau sabdakan adalah:
إِنَّ
الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ ، وَذُو الْحِجَّةِ ، وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبٌ ، شَهْرُ مُضَرَ ، الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.
“Sesungguhnya
zaman ini telah berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah
menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas
bulan. Diantaranya ada empat bulan haram.
Tiga
bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan
Muharram, kemudian bulan Rajab, (yaitu) bulan yang dikenal oleh (suku)
Mudhar yang berada diantara bulan Jumada (Akhir) dan bulan Sya’ban.”
Alasan disandarkannya bulan Rajab kepada kabilah Mudhar
Berkata Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah,
«فإنما أضافه ـ أي رجب ـ إلى مُضر ليُبين صحة قولهم في رجب إنه الشهر الذي بين جمادى وشعبان،
“Disandarkan bulan tersebut
-yaitu bulan Rajab- ke kabilah Mudhar untuk menjelaskan kebenaran
pandangan mereka tentang Rajab, bahwa (yang dimaksudkan dengan) bulan
tersebut adalah bulan yang terletak diantara bulan Jumada (Akhir) dan
bulan Sya’ban”
لا كما تظنه ربيعة من أن رجب المحرم هو الشهر الذي بين شعبان وشوال وهو رمضان اليوم،
“Tidak sebagaimana disangka
oleh kabilah (suku) Rabi’ah bahwa Rajab yang merupakan bulan haram itu
adalah bulan yang terletak diantara bulan Sya’ban dan Syawwal, yaitu
bulan Ramadhan yang sekarang kita kenal”.
فبَيَّنَ صلى الله عليه وسلم أنه رجب مضر لا رجب ربيعة،
“Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa bulan Rajab yang merupakan bulan haram itu adalah
bulan Rajab yang dikenal oleh kabilah Mudhar, dan bukan bulan Rajab yang
dikenal oleh kabilah Rabi’ah” (Tafsir Ibnu Katsir : 3/25).
Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan pendapat lain tentang hal ini,
«وأما إضافته ـ أي رجب ـ إلى مُضَر فقيل: لأن مضر كانت تزيد في تعظيمه واحترامه، فنُسِب إليهم لذلك. وقيل: بل كانت ربيعة تحرِّمُ رمضان وتُحرِّمُ مُضَر رجبًا، فلذلك سمَّاه رجبَ مُضَر وحقَّق ذلك بقوله: «الذي بين جمادى وشعبان»
“Adapun penyandaran bulan
tersebut -yaitu bulan Rajab- ke kabilah Mudhar, ada yang beralasan :
karena dahulu kabilah Mudhar sangat memuliakan dan menghormati bulan
tersebut (melampui yang lainnya), oleh karena itu disandarkan bulan
tersebut kepada kabilah mereka. Namun ada pula yang berpendapat bahwa
kabilah Rabi’ah memandang Ramadhan adalah bulan haram, sedangkan kabilah
Mudhar memandang Rajab adalah bulan haram. Kemudian (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) menetapkannya hal itu dengan sabda beliau :
الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“yang berada diantara bulan Jumada (Akhir) dan bulan Sya’ban” (Imam Al-Bukhari (3197) dan Imam Muslim (1679))” (Lathaiful Ma’arif, hal. 210).
Sebab penamaan 4 bulan tersebut dengan bulan Haram
Ulama rahimahumullah telah menjelaskan sebab penamaan keempat bulan tersebut dengan nama bulan Haram. Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan tentang hal ini,
واختلفوا لم سميت هذه الأشهر الأربعة حرما؟. فقيل: لعظم حرمتها وحرمة الذنب فيها قال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس: اختص الله أربعة أشهر جعلهن حرما وعظم حرماتهن وجعل الذنب فيهن أعظم وجعل العمل الصالح والأجر أعظم.
“Para Ulama berselisih pendapat tentang alasan mengapa
keempat bulan ini disebut sebagai bulan haram ? Ada yang berpendapat :
disebabkan karena besarnya kemuliaan bulan- bulan itu dan besarnya
dosa-dosa yang dilakukan padanya. Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu
‘Abbas : “Allah mengkhususkan empat bulan sebagai bulan haram dan Allah
mengagungkan kemuliaannya.
Dan Allah menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar.
(Sebagaimana) Allah pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran yang didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Lathaiful Ma’arif, hal. 207).
Kemudian Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah juga menjelaskan pendapat ulama yang lain,
وقيل: إن سبب تحريم
هذه الأشهر الأربعة بين العرب لأجل التمكن من الحج والعمرة فحرم شهر ذي
الحجة لوقوع الحج فيه وحرم معه شهر ذي القعدة للسير فيه إلى الحج وشهر
المحرم للرجوع فيه من الحج حتى يأمن الحاج على نفسه من حين يخرج من بيته
إلى أن يرجع إليه وحرم شهر رجب للإعتمار فيه في وسط السنة فيعتمر فيه من
كان قريبا من مكة.
“Ada
yang mengatakan : sebab ditetapkannya keempat bulan ini sebagai bulan
haram di tengah-tengah bangsa Arab adalah agar (mereka) mampu menunaikan
ibadah haji dan umroh.
Jadi (perinciannya sebagai berikut) :
- Ditetapkannya bulan Dzul Hijjah sebagai bulan haram, karena pada bulan itu dilaksanakan ibadah haji.
- Dan ditetapkannya bersamaan dengannya bulan Dzul Qo’dah sebagai bulan haram, karena untuk melakukan perjalanan haji didalamnya.
- Sedangkan bulan Muharram adalah untuk melakukan
perjalanan pulang dari ibadah haji, sehingga orang yang menunaikan haji
merasa dirinya aman, semenjak ia keluar dari rumahnya sampai ia kembali
lagi pulang ke rumahnya.
- Ditetapkannya bulan Rajab sebagai bulan haram, karena untuk
melakukan ibadah umroh di pertengahan tahun, sehingga orang yang dekat
tinggalnya dari kota Mekah dapat melakukan ibadah umroh didalamnya”
(Lathaiful Ma’arif, hal. 207).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (diantaranya ada empat bulan haram), beliau mengatakan, ““Yaitu
: Rajab yang disebutkan menyendiri (tidak urut dengan ketiga bulan
lainnya, pent.), Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Al-Muharram. (Empat bulan ini) dinamakan “bulan Haram” karena kemuliaannya yang lebih dan dilarangnya melakukan perang di dalamnya”.
Syaikh Bin Baz rahimahumullah pernah ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut, “Apakah
bulan-bulan haram itu? Mengapa dinamakan dengan nama tersebut? Apakah
karena kemuliaan negeri tertentu? Atau karena alasan tertentu?“. Beliau menjawab, “Bulan-bulan
haram itu ada empat bulan: Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan
Muharram. Satu bulan yang letaknya menyendiri (tidak urut) yaitu Rajab,
sedangkan (ketiga bulan) yang lainnya terletak berurutan, yaitu: Dzul
Qo’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Dan yang nampak dari penamaan bulan-bulan tersebut dengan nama “hurum” adalah karena Allah telah mengharamkan manusia untuk berperang didalamnya, oleh karena itu disebut dengan “hurum” yang merupakan bentuk jamak dari “haraam”. Sebagaimana Allah Jalla wa ‘alaa berfirman:
{إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ}
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat
bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36).
Dan Allah Ta’ala berfirman :
{ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ}
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.” (QS. Al-Baqarah: 217).
Maka ayat diatas
menunjukkan bahwa haramnya berperang di bulan-bulan tersebut, dan itu
merupakan rahmat Allah terhadap hamba-hambaNya, agar mereka bisa
melakukan perjalanan safar (dengan aman) di bulan-bulan tersebut, dan
agar mereka bisa melaksanakan haji dan umrah.” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/3846).
Hikmah keempat bulan tersebut menjadi bulan haram
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hikmah tersebut,
وإنما كانت
الأشهر المحرمة أربعة، ثلاثة سرد وواحد فرد، لأجل أداء مناسك الحج والعمرة
فحُرِّم قبل أشهر الحج شهرًا وهو ذو القعدة؛ لأنهم يقعدون فيه عن القتال،
وحُرِّم شهر ذو الحجة لأنهم يوقعون فيه الحج ويشتغلون بأداء المناسك،
وحُرِّم بعده شهرًا آخر وهو المحرم؛ ليرجعوا فيه إلى أقصى بلادهم آمنين،
وحُرِّم رجب في وسط الحول لأجل زيارة البيت والاعتماد به لمن يقدم إليه من
أقصى جزيرة العرب فيزوره ثم يعود إلى وطنه فيه آمنًا».
“Bulan haram itu
ada empat -tiga berurutan dan satu terpisah-, hal itu disebabkan adanya
pelaksanaan ibadah haji dan umrah (didalamnya). Satu
bulan sebelum bulan haji, yaitu bulan Dzul Qo’dah, (bulan tersebut)
dinyatakan sebagai bulan haram, karena mereka tidak melakukan peperangan
didalamnya.
Bulan Dzul Hijjah ditetapkan sebagai bulan haram, karena mereka melakukan ibadah haji pada bulan itu dan sibuk dengannya. Bulan sesudahnya (juga) ditetapkan sebagai bulan haram, yaitu: Muharram, agar mereka dapat kembali ke negeri mereka yang paling jauh (sekalipun) pada bulan ini, dalam keadaan aman.
Bulan Rajab ditetapkan
sebagai bulan haram yang terletak di pertengahan tahun, agar (manusia)
berkesempatan mengunjungi Baitullah dan ini adalah kesempatan yang baik
bagi orang yang datang dari tempat terjauh di wilayah Jazirah Arab,
mereka mengunjunginya, kemudian pulang ke negerinya dalam keadaan aman
di dalam bulan tersebut” (Tafsir Ibnu Katsir : 3/25).
Mengenai keutamaan bulan-bulan haram telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam surat At-Taubah: 36. Allah Ta’ala berfirman:
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan (haram) yang empat itu“
Oleh karena itu, berbicara masalah
keutamaan bulan-bulan haram, tidak bisa terlepas dengan penjelasan
tentang ayat yang agung di atas. Berikut ini penjelasan beberapa pakar
tafsir dari kalangan sahabat, tabi’in maupun ulama sesudahnya.
Penjelasan sahabat yang mulia, pakar tafsir, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat di atas,
في كلهن، ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما، وعظم حرماتهن، وجعل الذنب فيهن أعظم، والعمل الصالح والأجر أعظم.
“(Janganlah kalian menganiaya diri
kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah mengkhususkan empat bulan
sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan kemuliaannya. Allah
juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar.
Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran yang
didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26).
Penjelasan pakar tafsir dari kalangan tabi’in, Qotadah rahimahullah
Adapun Qotadah rahimahullah menafsirkan ayat di atas,
فإن الظلم
في الأشهر الحرم أعظم خطيئةً ووِزْرًا، من الظلم فيما سواها, وإن كان الظلم
على كل حال عظيمًا، ولكن الله يعظِّم من أمره ما شاء.
“Karena kezhaliman yang dilakukan
pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya dari pada
kezhaliman yang dilakukan pada bulan-bulan selainnya. Walaupun zhalim
dalam setiap keadaan itu (pada hakekatnya) perkara yang besar
(terlarang), akan tetapi Allah menetapkan besarnya sesuatu sesuai dengan
kehendak-Nya.”
Beliau juga mengatakan,
إن الله
اصطفى صَفَايا من خلقه، اصطفى من الملائكة رسُلا ومن الناس رسلا واصطفى من
الكلام ذكرَه, واصطفى من الأرض المساجد, واصطفى من الشهور رمضانَ والأشهر
الحرم, واصطفى من الأيام يوم الجمعة, واصطفى من الليالي ليلةَ القدر,
فعظِّموا ما عظم الله, فإنما تعظم الأمور بما عظَّمها الله عند أهل الفهم
وأهل العقل.
“Sesungguhnya Allah telah memilih
diantara makhluk-Nya, hamba-hamba pilihan-Nya, memilih para utusan dari
kalangan malaikat dan dari kalangan manusia. Dia memilih suatu firman
(agar hamba-Nya bisa) mengingat-Nya, memilih tempat dari wilayah bumi
untuk digunakan melakukan shalat/sujud.
Diantara bulan-bulan (yang ada),
Allah pun telah memilih Ramadhan dan bulan-bulan haram. Dia memilih hari
Jum’at diantara hari-hari yang lainnya, memilih malam Lailatul Qadar
diantara malam-malam yang ada. Maka agungkanlah segala yang diagungkan
oleh Allah , karena menurut pandangan orang yang memiliki pemahaman dan
akal yang baik bahwa sesuatu itu menjadi agung dengan diagungkan oleh
Allah!” (http://Quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura9-aya36.html#tabary).
Penjelasan seorang mufassir, Ibnu Katsir rahimahullah
Beliau berkata,
وقال تعالى : { فلا تظلموا فيهن أنفسكم } أي : في هذه الأشهر المحرمة ؛ لأنه آكد وأبلغ في الإثم من غيرها ، كما أن المعاصي في البلد الحرام تضاعف ، لقوله تعالى : {ومن يرد فيه بإلحاد بظلم نذقه من عذاب أليم }
[ الحج : 25 ] وكذلك الشهر الحرام تغلظ فيه الآثام ؛ ولهذا تغلظ فيه الدية
في مذهب الشافعي ، وطائفة كثيرة من العلماء ، وكذا في حق من قتل في الحرم
أو قتل ذا محرم .
“Allah Ta’ala berfirman maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan (haram) yang empat itu.
Maksudnya pada bulan-bulan haram ini, karena dosa (pada bulan-bulan
tersebut) lebih kuat dan lebih parah dibandingkan pada bulan-bulan
selainnya, sebagaimana kemaksiatan di tanah suci (Makkah dan Madinah)
dilipatgandakan (dalam masalah besarnya dosa), berdasarkan firman Allah
Ta’ala Dan barangiapa yang bermaksud di dalamnya melakukan
kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian
siksa yang pedih (Al-Hajj:25)
Demikian pula kemaksiatan (yang dilakukan) pada bulan-bulan haram,
(juga) bertambah berat kadar dosa-dosa (yang dilakukan). Oleh karena
itu, menurut madzab Syafi’iyyah dan banyak ulama memandang bahwa tebusan
(diyat) (juga) bertambah besarnya pada bulan-bulan haram. Demikian pula
orang yang melakukan pembunuhan di tanah suci atau membunuh saudara
yang masih ada hubungan mahram dengannya” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26)
Penjelasan seorang ulama pemilik kitab tafsir Taisiril Karimir Rahman, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan surat At-Taubah: 36 sebagai berikut, “Allah Ta’ala berfirman sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah, maksudnya di dalam ketetapan dan taqdir-Nya, ialah dua belas bulan, yaitu bulan-bulan yang sudah dikenal tersebut, dalam ketetapan Allah, maksudnya adalah di dalam hukum- kauni-Nya (taqdir) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi dan memperjalankan malam serta siangnya, menetapkan waktu-waktunya, lalu membagi-baginya dalam dua belas bulan ini di antaranya ada empat bulan haram, yaitu
Rajab yang disebutkan menyendiri (tidak urut dengan ketiga bulan
lainnya, pent.), Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Al-Muharram dinamakan bulan
Haram karena kemuliaannya yang lebih dan dilarangnya melakukan perang di
dalamnya.maka janganlah kalian menganiaya diri kalian di dalamnya
kemungkinan maknanya adalah kata ganti ‘nya’ kembali kepada dua belas
bulan dan Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa Dia menjadikan dua belas
bulan tersebut sebagai sesuatu yang bernilai bagi hamba-hamba-Nya,
(mereka tertuntut) untuk memakmurkannya dengan ketaatan, bersyukur
kepada Allah Ta’ala atas anugerah-Nya tersebut dan atas kemanfaatannya
untuk kemaslahatan hamba. Maka jagalah diri kalian dari menganiaya diri
kalian di dua belas bulan-bulan tersebut! Kemungkinan (kedua) maknanya
adalah kata ganti ‘nya’ kembali kepada empat bulan Haram, dan ini
berarti larangan bagi mereka untuk berbuat aniaya (zhalim) di dalam
empat bulan Haram tersebut secara khusus, karena kemuliaan empat bulan
tersebut lebih tinggi dan karena kezhaliman yang dilakukan di dalam
empat bulan tersebut lebih berat (pelanggarannya) dibandingkan dengan
(jika kezhaliman tersebut) dilakukan pada bulan-bulan selainnya.
Diiringi dengan larangan berbuat aniaya (zhalim) di setiap waktu.
Termasuk kedalam larangan berbuat aniaya (zhalim) itu adalah larangan
berperang di empat bulan Haram tersebut, (ini) menurut pendapat orang
yang mengatakan bahwa perang di bulan-bulan Haram itu tidaklah dihapus
pengharamannya, karena mengamalkan dalil-dalil umum yang menunjukkan
pengharaman perang di dalam bulan-bulan Haram tersebut” (Taisiril Karimir Rahman, hal. 372-373).
Kesimpulan
Di antara keutamaan yang telah Allah
tetapkan bagi bulan-bulan haram ini adalah dilipatgandakannya pahala
bagi seorang yang mengerjakan amalan shalih, sehingga seorang hamba akan
lebih giat melakukan amalan kebaikan pada bulan-bulan tersebut. Begitu
pula, perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya menjadi lebih besar di
sisi Allah, sehingga seorang hamba bisa meraih ketakwaan yang lebih
tinggi dari bulan-bulan sebelumnya, dengan semakin menjauhi
kemaksiatan-kemaksiatan. Dengan demikian, kebahagiaan, ketentraman, dan
keselamatan di dunia dan akhirat bisa terwujud.
Di dunia, selamat dengan meniti jalan yang lurus (Ash-Shiraath Al-Mustaqiim). Di akhirat, selamat ketika meniti jembatan (Ash-Shirath)
yang dibentangkan di atas neraka Jahannam, sehingga masuk ke dalam
Surga Allah, bisa berjumpa dengan-Nya dan melihat wajah-Nya. Kita
memohon kepada Allah, agar Dia menganugerahkan kepada kita kenikmatan
yang terbesar, yaitu: bisa melihat Wajah-Nya.
***
Info dari : Ust Sa’id Abu Ukasyah
Sumber: https://muslim.or.id/
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon