Saat ini kita memasuki di juz 2 dalam Al-Qur'an . Tetapi kita masih tetap di dalam surat Al-Baqarah . Seperti yang telah admin tulis di surat ini ayat pertama bahwa surat ini merupakan surat terpanjang mencapai 3 juz lebih . Jadi sampai akhir juz 2 ini pun kita masih mempelajari surat Al-Baqarah .
Setelah kalian mempelajari dan memahami ayat-ayat sebelumnya , sekarang saatnya mempelajari ayat selanjutnya , disini
Ayat 142-145: Menerangkan tentang pemindahan
kiblat dari Baitulmaqdis ke Ka’bah dalam shalat, sikap orang-orang
Yahudi terhadapnya, bantahan terhadap mereka, dan bahwa informasi
tentang sikap mereka sudah datang lebih dahulu sebelum terjadi
pemindahan Kiblat sebagai mukjizat untuk Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam
سَيَقُولُ
السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي
كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ
يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٤٢) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا
إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى
عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ
لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٤٣) قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ
شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (١٤٤)
وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا
تَبِعُوا قِبْلَتَكَ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُمْ
بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ
مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (١٤٥
142.[1] Orang-orang yang kurang akal[2]
di antara manusia akan berkata, "Apakah yang memalingkan mereka (umat
Islam) dari kiblat (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat
kepadanya?" Katakanlah, "Milik Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus"[3].
143. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan)[4]
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan
kiblat yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya melainkan agar Kami
mengetahui[5] siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang[6]. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah[7], dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu[8] [9]. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
144.[10] Sungguh Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit[11], maka akan Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai[12]. Hadapkanlah wajahmu[13] ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu[14].
Sesungguhnya orang-orang yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) tahu,
bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka[15]. Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan[16].
145.[17]
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang yang diberi
Al kitab (Yahudi dan Nasrani) semua ayat (keterangan dan bukti), mereka
tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat
mereka. Sebagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang
lain[18]. Sesungguhnya jika kamu[19] mengikuti keinginan mereka[20] setelah sampai ilmu kepadamu[21], niscaya kamu termasuk orang-orang yang zalim.
[1]
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berada di Mekah di
tengah-tengah kaum musyirikin, Beliau berkiblat ke Baitul Maqdis, tetapi
setelah 16 atau 17 bulan berada di Madinah di tengah-tengah orang
Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Allah untuk menghadap ke arah
ka'bah sebagai kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa
dalam ibadah shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka'bah itu
menjadi tujuan, tetapi tujuannya untuk menghadapkan diri kepada Allah,
menjalankankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Di antara hikmah
adanya kiblat adalah untuk persatuan umat Islam.
Ibnu
Ishak meriwayatkan dari Al Barraa', ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam shalat menghadap Baitulmaqdis dan sering menghadap ke
langit menunggu perintah Allah, maka Allah menurunkan ayat, "Qad naraa taqalluba wajhika fis samaa'…dst.
lalu ada beberapa orang kaum muslimin yang berkata, "Kami senang
sekali, jika kami mengetahui keadaan orang-orang yang wafat sebelum kami
menghadap ke kiblat, maka Allah menurunkan ayat, "Wa maa kaanallahu liyudhii'a iimaanakum". Kemudian orang-orang yang kurang akal di antara manusia berkata, "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya? Maka Allah menurunkan ayat, "Sayaquulus sufahaa' minan naas..dst.."
Ayat
di atas mengandung beberapa hal, di antaranya: mukjizat, hiburan bagi
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, penenteraman terhadap hati kaum
mukmin, adanya tindakan I'tiradh (protes) serta jawabannya, sifat orang
yang memprotes dan sifat orang yang tunduk menerima hukum Allah Ta'ala.
[2]
Maksudnya: orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat
memahami maksud dan hikmah pemindahan kiblat akan berkata seperti yang
disebutkan di atas dengan nada mengolok-olok. Mereka disebut "sufaha"
(kurang akal) karena tidak mengerti hal-hal yang bermaslahat terutama
bagi diri mereka, mereka rela menjual keimanan dengan harga yang murah.
Mereka yang akan berkata seperti ini adalah orang-orang Yahudi, Nasrani
dan semisalnya, termasuk orang-orang yang suka memprotes hukum Allah dan
syari'atnya seperti JIL (Jaringan Islam Liberal). Adapun orang-orang
yang berakal dan cerdas -mereka adalah orang-orang mukmin- akan tunduk
menerima hukum-hukum Tuhannya sebagaimana disebutkan dalam surat An
Nisaa': 51:
"Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
memutuskan perkara di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar dan
kami ta'at". Mereka Itulah orang-orang yang beruntung."
Penyebutan
"sufaha" untuk mereka sebenarnya terdapat bantahan terhadap perkataan
mereka itu dan agar kita tidak menghiraukannya. Namun demikian, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala tidak membiarkan syubhat ucapan mereka itu, bahkan
membantahnya agar tidak lagi terlintas di hati hamba-hamba-Nya yang
mukmin sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan ayat setelahnya.
[3]
Yakni mengapa mereka mengatakan seperti itu padahal milik Allah-lah
timur dan barat, tidak ada satu arah yang keluar dari kepemilikan-Nya.
Meskipun demikian, Dia tetap membimbing orang yang Dia kehendaki ke
jalan yang lurus, di antaranya dengan menghadapkan arah kiblat ke
Ka'bah, di mana hal ini termasuk ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam. Hal
ini pun menunjukkan lebih dekatnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam dan kaum mukmin dengan Nabi Ibrahim 'alaihis salam dibanding
orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[4]
Umat Islam dijadikan umat pertengahan, yakni umat yang adil dan
pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang
menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat dan akan
bersaksi di akhirat bahwa para rasul telah menyampaikan risalah kepada
kaumnya, sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
akan menjadi saksi terhadap umatnya, bahwa Beliau telah menyampaikan
riasalahnya.
Umat Islam adalah umat pertengahan,
mereka pertengahan dalam masalah agama antara orang-orang yang ghuluw
(berlebihan) dan orang-orang yang meremehkan. Contoh pertengahan umat
Islam adalah mereka tidak seperti orang-orang Nasrani yang berlebihan
kepada nabi mereka sampai menuhankannya, dan tidak seperti orang-orang
Yahudi yang bersikap kasar kepada nabi-nabi mereka. Umat Islam beriman
kepada semua nabi dan tidak membeda-bedakannya dalam beriman. Mereka
juga diberikan beberapa kelebihan, di antaranya:
-
Bumi seluruhnya dijadikan masjid selain kuburan dan kamar mandi,
sedangkan orang-orang ahli kitab hanya boleh shalat di biara dan gereja
mereka saja.
- Dihalalkan untuk umat Islam yang
baik-baik dan diharamkan yang kotor, sedangkan kepada orang-orang yahudi
diharamkan beberapa hal yang baik sebagai hukuman untuk mereka, adapun
orang-orang Nasrani tidak menajiskan sesuatu, tidak mengharamkan sesuatu
bahkan menghalalkan semua hewan yang merangkak tanpa pengecualian.
- Dihalalkan untuk umat Islam ghanimah
- Dll.
Umat
Islam diberikan agama yang paling sempurna, akhlak yang paling mulia
dan amal yang paling utama. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan
kepada mereka ilmu, hilm (santun), adil dan ihsan yang tidak diberikan
kepada umat selainnya. Oleh karena itu, mereka adalah umat yang adil dan pilihan
agar mereka menjadi saksi bagi manusia karena keadilan, mereka
menghukumi manusia tidak dihukumi dan oleh karenanya kesepakatan mereka
juga maqbul (diterima).
Di antara persaksian
umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umat yang lain
adalah ketika di hari kiamat, saat Allah Subhaanahu wa Ta'aala bertanya
kepada para rasul tentang tugas mereka menyampaikan risalah, sedangkan
kaum mereka mengaku belum pernah didatangi oleh rasul, maka para nabi
mengangkat umat Islam sebagai saksi terhadap mereka bahwa mereka telah
menyampaikan risalahnya.
Pada ayat ini juga
terdapat dalil bahwa ijma' umat ini adalah hujjah dan ma'shum
berdasarkan firman-Nya "wasathaa" dan berdasarkan firman-Nya juga
"litakuunuu syuhadaa'a 'alan naas".
[5]
Mengetahui di sini karena terkait dengan pahala dan siksa, yakni agar
jelas asalannya mengapa orang ini berhak diberi pahala dan mengapa orang
itu berhak disiksa, meskipun Allah Subhaanahu wa Ta'aala sudah
mengetahui segala perkara sebelum terwujudnya. Hal ini menunjukkan
keadilan-Nya dan penegakkan hujjah terhadap hamba-hamba-Nya.
[6]
Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah mensyari'atkan menghadap ke Baitul
Maqdis melainkan agar diketahui dan diuji-Nya siapa yang mengikuti
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beriman kepadanya dan
mengikuti Beliau dalam semua keadaan dengan orang yang malah berbalik.
Di samping itu, Beliau adalah seorang hamba yang diperintah Allah dan
diatur, dan lagi kitab-kitab terdahulu pun mengabarkan bahwa ia akan
menghadap ke Ka'bah. Oleh karena itu orang yang sadar, di mana tujuannya
adalah mengejar yang hak akan bertambah iman dan keta'atannya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya, orang yang malah
berbalik, berpaling dari kebenaran dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia
akan bertambah kufur dan kufur, bingung dan bertambah bingung, termakan
oleh hujjah yang batil yang didasari syubhat dan tidak ada hakikatnya.
[7]
Mereka adalah orang-orang yang mengenal nikmat Allah, bersyukur dan
mengakui ihsan-Nya yang menjadikan mereka menghadap ke rumah yang agung
itu; rumah yang diutamakan-Nya di atas semua dataran bumi, dijadikan-Nya
pergi ke rumah itu sebagai salah satu rukun Islam yang dapat
menghapuskan dosa dan kesalahan. Oleh karena itu, bagi mereka hal ini
terasa ringan dan mudah.
[8]
Imam Bukhari meriwayatkan dalam bagian tafsir juz 9 hal. 237 dari Al
Barra' radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
shalat menghadap Baitulmaqdis selama 16 atau 17 bulan. Beliau ingin
sekali kiblatnya menghadap ke Baitullah (di Mekah). Pernah suatu ketika,
Beliau melakukan shalat atau melakukan shalat Ashar menghadap
Baitullah, dan ikut pula bersama Beliau beberapa orang sahabat, lalu
seseorang yang ikut shalat bersama Beliau pergi setelah shalat dan
melewati orang-orang yang berada di masjid yang ketika itu sedang ruku,
maka ia berkata, "Aku bersaksi dengan nama Allah, sungguh aku telah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke Mekah",
maka mereka pun berputar (menghadap ke Mekah) sebagaimana mereka
menghadap ke Baitulmaqdis. Di antara mereka ada beberapa orang yang
meninggal terbunuh ketika kiblat belum dirubah, kami tidak mengetahui
apa yang harus kami ucapkan terhadap mereka itu, maka Allah menurunkan
ayat, "Wa maa kaanallahu liyudhii'a iimaanakum...dst." (Al
Haafizh dalam Al Fat-h juz 1 hal. 104 berkata, "Penyusun (Imam Bukhari)
dalam bagian tafsir menyebutkan dari jalan Ats Tsauri dari Abu Ishaq,
"Bahwa aku mendengar Al Barra', sehingga menjadi amanlah dari tadlis
yang dilakukan Abu Ishaq).
Imam Tirmidzi
meriwayatkan dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, "Ketika
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke Ka'bah, para sahabat
berkata, "Wahai Rasulullah! Bagaimana keadaan saudara-saudara kita yang
meninggal dalam keadaan masih shalat menghadap Baitulmaqdis?" Maka Allah
menurunkan ayat, "Wa maa kaanallahu liyudhii'a iimaanakum...dst."
(Imam Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih", dan dalam
periwayatan Simak dari Ikrimah terdapat idhthirab (kegoncangan), akan
tetapi hadits ini memiliki syahid (penguat), yaitu hadits sebelumnya).
[9]
Yakni shalatmu yang dahulu menghadap ke Baitul Maqdis. Dalam ayat ini
terdapat dalil bagi Ahlussunnah bahwa amal termasuk bagian dari iman,
karena shalat disebut dengan iman.
Dalam ayat
ini terdapat berita gembira kepada orang-orang yang diberi nikmat oleh
Allah dengan Islam dan iman, yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan
menjaga iman mereka dan tidak akan menyia-nyiakannya. Penjagaan-Nya
terhadap iman, bisa berupa penjagaan-Nya agar tidak hilang dan batal
dengan cara menjaganya dari semua yang bisa merusak, menghilangkan dan
mengurangi berupa cobaan-cobaan yang menghanyutkan dan hawa nafsu yang
biasa menghalangi. Demikian juga bisa berupa pengembangan-Nya kepada
iman itu, memberinya taufiq kepada hal yang dapat menambah iman mereka
dan menguatkan keyakinan mereka.
Firman-Nya "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu" seakan-akan untuk menjaga anggapan-anggapan yang timbul dari firman-Nya "Kami
tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya
melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
berbalik ke belakang" bahwa hal itu bisa menjadi sebab sebagian kaum mukmin meninggalkan imannya, maka anggapan ini ditolak dengan firman-Nya "dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu".
[10]
Imam Bukhari meriwayatkan dari Barraa' bin 'Azib, ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke Baitulmaqdis
selama 16 bulan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali
menghadap ke Ka'bah, maka Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Qad naraa taqalluba wajhika fis samaa'", maka Beliau menghadap ke Ka'bah, lalu orang-orang yang kurang akal, yakni orang-orang Yahudi berkata, "Apa yang memalingkan mereka dari kiblat (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya?" Kemudian Allah menurunkan ayat, "Qulliillahil masyriqu wal maghribu, yahdii mayyasyaa'u ilaa shiraathim mustaqiim",
lalu ada seorang yang shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, kemudian setelah shalat pergi dan melewati orang-orang Anshar
yang sedang shalat Ashar menghadap ke Baitulmaqdis, lalu bersaksi bahwa
dia telah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
bahwa Beliau menghadap ke Ka'bah, maka orang-orang pun berputar
menghadap ke Ka'bah.
[11]
Maksudnya: Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sering melihat
ke langit berdoa dan menunggu dengan harap turunnya wahyu yang
memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah Ka'bah.
[12]
Kata-kata ini menunjukkan keutamaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, di mana Allah Subhaanahu wa Ta'aala segera mengabulkan apa yang
Beliau inginkan.
[13] Yakni badanmu, karena arti wajh adalah bagian depan badan dari atas sampai bawah.
[14]
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa menghadap kiblat merupakan syarat
shalat, dan jika seseorang tidak bisa menghadap langsung ke rumah itu,
maka dengan menghadap ke arahnya.
[15] Yakni disebutkan dalam kitab-kitab mereka.
[16] Dalam firman-Nya ini terdapat ancaman terhadap mereka yang protes dan hiburan bagi kaum mukmin.
[17]
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena tingginya harapan Beliau agar
orang lain mendapatlkan hidayah telah mencurahkan segala tenaga dan
mencari cara agar mereka memperoleh hidayah. Beliau berlemah lembut
dalam berdakwah dan bersedih ketika orang yang didakwahinya itu tidak
mau mengikuti. Di antara kaum kafir banyak yang tetap keras tidak mau
mengikuti bahkan bersikap sombong terhadap Beliau, mereka ini
orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka kafir kepada Beliau bukan karena
kebodohan tetapi karena yakin terhadap kebenarannya, maka Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa meskipun bukti dan dalil
dibawakan Beliau kepada mereka, niscaya mereka tetap tidak mau
mengikuti. Mereka tidak mau mengikuti karena keadaan mereka yang
mu'anidun, yakni mengetahui yang hak, tetapi malah meninggalkannya,
padahal ayat dan dalil hanyalah akan bermanfa'at bagi mereka yang
mencari yang hak namun masih samar, kepadanyalah bukti dan dalil
diperlukan. Adapun orang yang bersikeras untuk tidak mau mengikuti
kebenaran, maka tidak perlu mencari-cari terus jalan keluarnya. Dari
sini kita mengetahui, apabila kita telah menerangkan kebenaran dengan
dalil-dalilnya yang yakin kepada orang lain, ternyata ia menolak, maka
kita tidak mesti membawakan lagi bukti-bukti lagi, karena tidak ada
ujung-ujungnya.
[18] Yakni: di samping hal tersebut, mereka juga saling berselisih, masing-masing mereka tidak mengikuti kiblat yang lain.
[19]
Termasuk juga kepada umat Beliau. Ayat ini merupakan ancaman bagi
orang-orang yang lebih mengutamakan keridhaan manusia daripada keridhaan
Allah.
[20]
Di ayat ini menggunakan kata "ahwaa'ahum" (keinginan mereka) tidak
menggunakan kata "diinahum" (agama mereka) karena apa yang mereka pegang
selama ini hanyalah semata-mata hawa nafsu, bahkan mereka meyakini apa
yang mereka pegang selama ini bukanlah agama. Oleh karena itu, orang
yang meninggalkan agama yang benar, maka sebenarnya orang itu hanyalah
mengikuti hawa nafsu belaka, meskipun mereka menamainya sebagai agama.
[21]
Maksudnya: setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
mengetahui bahwa dirinya di atas yang hak, sedangkan mereka di atas yang
batil.
Sumber dan referensi :
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon