Setelah kalian mempelajari dan memahami ayat-ayat sebelumnya , sekarang saatnya mempelajari ayat selanjutnya , disini
Ayat 146-150: Informasi tentang Ahli Kitab,
bagaimana mereka sampai menyembunyikan kebenaran dan menyelisihi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sikap menentang dan
sombong, dan dalam beberapa ayat ini terdapat dalil wajibnya menghadap
ke Ka’bah dalam shalat
الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
(١٤٦) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (١٤٧)
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا
تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٤٨) وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (١٤٩) وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلا
الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلأتِمَّ
نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٥٠
146.
Orang-orang yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri[1]. Sesungguhnya sebagian mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya).
147. Kebenaran itu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu[2].
148. Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya[3]. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan[4]. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat)[5]. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
149. Dan dari mana saja kamu keluar[6], hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu[7]. Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan[8].
150.
Dan dari mana saja kamu (keluar), maka hadapkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka
hadapkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia
(untuk menentangmu)[9], kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka[10]. Janganlah kamu takut kepada mereka[11], tetapi takutlah kepada-Ku[12], dan agar Aku-sempurnakan nikmat-Ku kepadamu[13], dan agar kamu mendapat petunjuk[14].
Ayat
151-153: Mengingatkan kaum mukmin terhadap nikmat Allah yang besar
kepada mereka dengan diutus-Nya rasul terakhir, serta terdapat
pengarahan untuk mereka agar menggunakan sabar dan shalat sebagai
pembantu untuk mencapai tujuan
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ
مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (١٥١) فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ (١٥٢) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
(١٥٣
151.[15]
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu seorang Rasul dari kalangan kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami[16], menyucikan kamu[17] dan mengajarkan kepadamu kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah[18], serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui[19].
152. Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu[20]. Bersyukurlah kepada-Ku[21], dan janganlah kamu ingkar[22] kepada-Ku.
153. Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[23], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar[24].
[1]
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengabarkan bahwa ahli kitab telah yakin
dan mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang rasul, dan apa yang Beliau
bawa adalah hak (benar). Mereka meyakininya sebagaimana mereka meyakini
anak-anak mereka sendiri dan mereka bisa membedakannya dengan yang lain.
Oleh karena itu, pengetahuan mereka telah sampai kepada tingkatan yakin
yang tidak dimasuki keraguan, akan tetapi kebanyakan mereka kafir
kepada Beliau, menyembunyikan persaksian tersebut padahal mereka
mengetahuinya. Dalam ayat di atas, terdapat hiburan bagi rasul dan kaum
mukmin serta mengingatkan mereka agar berhati-hati terhadap tindakan
jahat orang-orang ahli kitab dan syubhat mereka.
[2] Yakni jangan sampai masih menancap di hati keraguan meskipun sedikit.
Agar
seseorang lebih yakin lagi hendaknya memikirkan isinya, karena dengan
memikirkan isinya dapat menghilangkan keraguan dan memperoleh keyakinan.
[3]
Masing-masing umat memiliki kiblat sendiri dalam ibadahnya. Menghadap
kiblat tertentu termasuk syari'at yang bisa berubah tergantung situasi
dan kondisi serta zamannya, ia bisa dimasuki oleh naskh dan mengalami
perubahan dari arah tertentu kepada arah yang lain. Hal ini menunjukkan
bahwa yang menjadi tujuan utama adalah menta'ati perintah Allah
Subhaanahu wa Ta'aala dan menjauhi larangan-Nya serta mendekatkan diri
kepada-Nya, inilah tanda kebahagiaan.
[4]
Perintah berlomba-lomba dalam kebaikan lebih dalam daripada sebatas
perintah mengerjakan kebaikan. Dalam perintah ini mengandung perintah
mengerjakannya, menyempurnakannya, melakukannya sebaik mungkin dan
bersegera kepadanya. Barangsiapa yang bersegera kepada kebaikan ketika
di dunia, maka dia adalah orang yang lebih dulu ke surganya. Oleh karena
itu, mereka yang berlomba-lomba dalam kebaikan adalah orang yang paling
tinggi derajatnya. Dan kata "kebaikan" di sini mencakup semua amalan
fardhu maupun sunat, baik berupa shalat, puasa, zakat, hajji, Umrah,
jihad, manfa'at bagi orang lain maupun sebatas untuk diri sendiri.
[5]
Karena pendorong yang paling kuat agar seseorang dapat bersegera kepada
kebaikan dan bersemangat kepadanya adalah pahala yang dijanjikan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala, maka Dia berfirman seperti yang disebutkan di
atas; yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan mengumpulkan kita semuanya
di mana saja kita berada dengan kekuasaan-Nya, dan Dia akan memberikan
balasan kepada setiap orang yang beramal, jika amalnya buruk, maka Dia
akan membalas sesuai amal yang dikerjakannya dan jika baik, maka Dia
akan membalas dengan berlipat ganda dan memberikan balasan yang terbaik
(surga). Ayat yang mulia ini juga mengandung perintah untuk segera
melaksanakan kewajiban seperti shalat di awal waktu, segera membayar
hutang puasa dan segera berhajji serta anjuran untuk melaksanakan
amalan-amalan sunat.
[6] Yakni keluar bersafar atau keperluan lainnya, kemudian hendak mendirikan shalat.
[7]
Pada ayat di atas menggunakan dua penguat, huruf "inna" dan "lam"
(sesungguhnya dan benar-benar) agar tidak perlu lagi ragu dan agar tidak
timbul perkiraan bahwa perintah menghadap ke Ka'bah itu hanyalah karena
lebih enak, bahkan ia merupakan perintah yang sesungguhnya.
[8]
Yakni bagaimana pun keadaan kita, Dia senantiasa memperhatikan dan
melihatnya. Hal ini menghendaki agar kita tetap menjaga perintahnya dan
menjauhi larangan-Nya.
[9]
Perintah menghadap ke kiblat adalah agar ahli kitab dan kaum musyrikin
tidak memiliki alasan lagi untuk menentang Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Hal itu, karena jika tetap menghadap ke Baitul Maqdis
tentu orang-orang ahli kitab akan menegakkan hujjah kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, karena yang disebutkan dalam kitab-kitab
mereka adalah bahwa kiblat yang tetap bagi Beliau adalah Ka'bah
Baitullah al haram. Sedangkan hujjah bagi orang-orang musyrikin ketika
Beliau tetap menghadap ke Baitul Maqdis adalah perkataan yang akan
timbul dari mereka, "Bagaimana Beliau berada di atas agama Nabi Ibrahim
'alaihis salam dan termasuk keturunannya, padahal Beliau tidak menghadap
ke kiblatnya?!". Dengan demikian, setelah diadakan pemindahan kiblat,
maka orang-orang ahli kitab dan kaum musyrikin sudah tidak memiliki
hujjah lagi untuk menentang Beliau.
[10]
Yakni hanya orang-orang yang zalim saja yang coba-coba berhujjah, namun
hujjah mereka tidak bersandar selain kepada hawa nafsu sehingga tidak
perlu diladeni, karena tidak ada manfa'atnya berbantah dengan mereka.
[11]
Kita tidak perlu takut kepada mereka karena hujjah mereka batil, dan
kita diperintahkan untuk takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala saja,
karena takut kepada-Nya merupakan asas semua kebaikan. Oleh karena itu,
orang yang tidak takut kepada Allah Azza wa Jalla, ia tidak akan
berhenti bermaksiat dan tetap tidak mau mengikuti perintah-Nya.
Perlu
diketahui, bahwa pemindahan arah kiblat merupakan fitnah yang besar.
Fitnah itu diangkat-angkat oleh ahli kitab, kaum munafik dan kaum
musyrikin, mereka banyak membicarakan masalah itu dan menyampaikan
berbagai syubhat. Oleh karena itu, pada beberapa ayat di atas, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menerangkannya secara gamblang dan meyakinkan
rasul-Nya serta memperkuat kebenaran itu dengan berbagai penguat
sebagaimana yang disebutkan di beberapa ayat atas, misalnya:
- Diulangi-Nya perintah menghadap kiblat berkali-kali
-
Perintah itu tidak hanya ditujukan kepada Rasul saja, meskipun biasanya
perintah kepada rasul sebagai perintah kepada umatnya, tetapi diperkuat
lagi dengan perintah kepada umatnya sebagaimana firman-Nya "fa walluu
wujuuhakum syathrah".
- Pada ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah semua alasan batil yang dilemparkan oleh mereka yang zalim.
- Menghilangkan harapan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengikuti kiblat ahli kitab.
- Penguatan dengan berita yang disampaikan-Nya bahwa sesungguhnya hal itu benar-benar hak dari sisi Allah.
- Pemindahan kiblat tersebut disebutkan dalam kitab-kitab mereka (ahli kitab), namun mereka menyembunyikannya.
[12] Yakni dengan tetap menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
[13]
Berupa penyempurnaan syari'at. Dengan demikian, setiap syari'at yang
ditetapkan merupakan nikmat yang besar. Dasar nikmat adalah memperoleh
hidayah untuk mengikuti agama-Nya, setelah itu nikmat-nikmat yang lain
yang melengkapi dasar tersebut, dimulai dari sejak diutusnya Beliau
sampai wafat hingga syari'at pun sempurna.
[14]
Maksudnya: agar kita mengetahui yang hak dan dapat mengamalkannya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala karena rahmat-Nya telah memudahkan kepada
hamba-hamba-Nya sebab-sebab untuk memperoleh hidayah dan mengingatkan
mereka untuk menempuhnya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga menjelaskan
hidayah itu sejelas-jelasnya, sampai-sampai ditetapkan untuk yang hak
itu ada para penentangnya agar yang hak itu semakin jelas dan nampak
serta yang batil semakin jelas kebatilannya. Hal itu, karena jika tidak
ada kebatilan sebagai lawan yang hak tentu kebenaran itu akan samar bagi
kebanyakan orang. Dengan ada lawannya maka segala sesuatu itu semakin
jelas. Jika tidak ada malam tentu tidak akan diketahui kelebihan siang,
jika tidak ada keburukan tentu tidak akan diketahui kelebihan yang baik,
jika tidak ada kegelapan tentu tidak akan diketahui manfa'at cahaya,
dan jika tidak ada kebatilan tentu kebenaran tidak akan jelas dan
nampak, maka sehgala puji bagi Allah terhadap semua itu.
[15]
Nikmat Allah untuk menghadap ke kiblat dan penyempurnaan syari'at
bukanlah hal yang baru dan bukan pertama kali, bahkan Dia juga telah
memberikan ushulun ni'am (asas nikmat) dan penyempurnanya, yaitu dengan
mengutus seorang rasul yang sudah dikenal nasabnya, kejujurannya,
amanahnya, kesempurnaan dan sikap nush-h(tulus)nya.
[16]
Ayat-ayat tersebut menerangkan mana yang hak dan mana yang batil, mana
petunjuk dan mana kesesatan, menerangkan tentang tauhid, tentang
kebenaran Rasul-Nya serta kewajiban beriman kepadanya, menerangkan
tentang hari kiamat dan hal-hal ghaib serta menerangkan syari'at untuk
maslahat mereka di diunia sehingga mereka memperoleh hidayah yang
sempurna dan ilmu yang yakin.
[17]
Maksudnya: menyucikan akhlak dan jiwa mereka dengan mendidiknya di atas
akhlak yang mulia dan membersihkannya dari akhlak yang tercela yang
mengotori jiwa. Misalnya dengan membersihkan mereka dari syirk kepada
tauhid, dari riya' kepada ikhlas, dari dusta kepada kejujuran, dari
khianat kepada amanah, dari sombong kepada tawadhu' dan dari semua
akhlak buruk kepada akhlak yang mulia serta perbaikan-perbaikan lainnya.
[18] As Sunnah dan hukum-hukum syari'at (fiqh).
[19]
Seperti kisah para nabi dan kisah umat-umat terdahulu dan pengetahuan
lainnya, di mana mereka sebelum diutusnya Beliau dalam kesesatan yang
nyata, tidak ada ilmu apalagi amal. Oleh karena itu, ilmu maupun amal
yang diketahui oleh umat ini adalah melalui tangan dan sebab Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam. Nikmat-nikmat ini merupakan ushulun ni'am
(asas nikmat), bahkan ia merupakan nikmat terbesar yang menghendaki
untuk disyukuri.
[20]
Dzikrullah yang paling utama adalah jika diucapkan oleh lisan dan
meresap di hati, inilah dzikr yang membuahkan ma'rifatullah (mengenal
Allah), kecintaan-Nya dan pahala yang besar. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
di ayat ini memerintahkan kita untuk mengingat-Nya dan Dia menjanjikan
balasan yang besar bagi mereka yang mengingat-Nya sebagaimana firman-Nya
dalam hadits Qudsi: "Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku
akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di keramaian,
maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik daripadanya." (Lihat Shahihul Jami' no. 8137)
Dzikr
adalah pusat syukur, oleh karena itu di ayat ini diperintahkan secara
khusus untuk berdzikr, kemudian setelahnya diperintahkan secara umum
untuk bersyukur.
[21]
Yakni atas nikmat-nikmat Allah yang diberikan dan dihindarkan-Nya dari
berbagai musibah. Syukur itu bisa dengan hati, yakni dengan mengakuinya,
bisa dengan lisan yaitu dengan memujinya dan dengan anggota badan yaitu
dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Disebutkan
perintah bersyukur setelah nikmat-nikmat agama berupa ilmu, penyucian
jiwa dan taufiq untuk beramal untuk menerangkan bahwa nikmat-nikmat
agama merupakan nikmat yang paling besar, bahkan ia merupakan nikmat
yang hakiki yang akan kekal ketika semuanya sirna, dan sepatutnya bagi
mereka yang diberi taufiq mencari ilmu dan mengamalkannya bersyukur
kepada Allah terhadap nikmat tersebut agar Allah menambahkan karunia-Nya
dan agar mereka dijauhkan dari sifat ujub.
[22]
Ingkar atau kufur yang dimaksud di sini adalah ingkar kepada nikmat dan
tidak mensyukurinya. Bisa juga makna kufur di sini adalah umum, yang
paling parahnya adalah kufur kepada Allah kemudian maksiat yang berada
di bawah syirk.
[23]
Ada pula yang mengartikan: mintalah pertolongan kepada Allah dengan
sabar dan shalat. Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kaum mukmin
untuk menghadapi urusan mereka baik terkait dengan agama maupun dunia
dengan sabar dan shalat. Sabar artinya menahan diri terhadap hal-hal
yang tidak disukai. Ia terbagi menjadi tiga bagian: Pertama, sabar dalam menjalankan perintah Allah. Kedua, sabar dalam menjauhi larangan Allah, dan ketiga,
sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa dengan tidak keluh kesah.
Sabar berdasarkan ayat ini merupakan pertolongan yang paling besar dalam
menghadap segala perkara.
Sedangkan shalat
diperintahkan juga agar dijadikan sebagai penolong karena shalat adalah
tiang agama dan cahaya kaum mukmin, ia merupakan sarana penghubung
antara seorang hamba dengan Tuhannya. Jika shalat sesorang hamba
sempurna, menggabungkan yang wajib dengan yang sunat, ia pun
melaksanakannya dengan khusyu' dan merasakan sedang berdiri di hadapan
Tuhannya sebagaimana berdirinya seorang hamba yang menjadi pelayan
dengan memperhatikan adab yang baik, memperhatikan apa yang dia baca dan
dia lakukan, maka sudah pasti shalat tersebut menjadi penolong terbesar
dalam semua masalah. Shalat tersebut akan mencegahnya dari perbuatan
keji dan munkar, dan shalat seperti inilah yang dapat membantu mengatasi
berbagai masalah.
[24]
Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama mereka yang memiliki akhlak dan
sifat sabar dengan memberikan pertolongan dan taufiq-Nya, sehingga
masalah-masalah sukar dan berat menjadi ringan.
Sumber dan referensi :
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
1. http://www.tafsir.web.id
Semoga bermanfaat apa yang admin tulis/bagikan ini . Jika ada kesalahan di post ini , silahkan memberitahu admin di kolom komentar di bawah ini . Terima Kasih
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon